Pemicu Perang Rusia-Ukraina dan Pengaruhnya Terhadap Harga Emas Dunia
Semar Nusantara2022-03-05T19:08:27+07:00Rusia dan Ukraina pernah tergabung dalam negara federasi Uni Soviet yang merupakan negara penganut ideologi komunis. Setelah perang dunia II, Uni soviet mempunyai pengaruh besar di belahan Eropa bagian timur. Pada akhirnya negara-negara di timur Eropa pun menjadi negara komunis.
Seiring berakhirnya perang dingin pada tahun 1991 antara dua kubu besar yaitu Blok Barat yang dipimpin Amerika Serikat dan Blok Timur yang dipimpin Rusia, akhirnya Ukraina mendeklarasikan kemerdekaannya dari Uni Soviet. Rakyat Ukraina menggelar referendum untuk menentukan apakah akan tetap bersama Uni Soviet atau merdeka sebagai negara sendiri. Hasil referendum menyebutkan lebih dari 90 persen warga Ukraina memilih merdeka.
Kemerdekaan Ukraina baru diakui oleh komunitas Internasional setelah Uni Soviet resmi membubarkan diri pada 26 Desember 1991. Kemudian Rusia bersama dengan Ukraina dan Belarusia membentuk Commonwealth of Independent States (CIS).
Pembentukan CIS diusulkan oleh Rusia sebagai wadah bagi negara eks-Soviet untuk berintegrasi. Namun kemudian Ukraina menganggap bahwa CIS hanyalah upaya Rusia untuk mengendalikan negara-negara dibawah kekaisaran Rusia dan Uni Soviet. Sehingga hal tersebut menimbulkan perpecahan antar keduanya.
Dalam upaya menyelesaikan ketidaksepakatan, Rusia dan Ukraina membuat perjanjian persahabatan pada Mei 1997. Rusia diperbolehkan mempertahankan kepemilikan mayoritas kapal di armada Laut Hitam yang berbasis di Krimea. Namun Rusia harus membayar biaya sewa pelabuhan Sevastopol kepada Ukraina.
Tahun 2014, Ukraina kembali terlibat polemik dengan Rusia dimana muncul revolusi menentang supremasi Rusia. Victor Yanukovych, Presiden Ukraina yang Pro-Rusia kala itu berhasil dilengserkan oleh massa anti pemerintah. Revolusi juga membuka keinginan Ukraina bergabung dengan Uni Eropa dan NATO.
Kekosongan kekuasaan yang terjadi di Ukraina digunakan Rusia untuk mencaplok Krimea. Rusia juga mendukung Donetsk dan Luhansk yang merupakan separatis di Ukraina timur untuk menentang pemerintah Ukraina.
Sebelum perang terjadi, Presiden Rusia Vladymir Putin meminta NATO menghentikan semua aktivitas militer di Eropa Timur dan Ukraina. Putin juga meminta aliansi tersebut untuk tidak menerima Ukraina atau negara-negara eks-Soviet lain sebagai anggota.
Kabar serangan Rusia ke Ukraina sudah terdengar sejak November 2021. Intelijen Barat menyebut Rusia akan menyerang Ukraina. Moscow diyakini Barat memobilisasi 100.000 tentara dan perangkat militer. Namun Rusia menyangkal hal tersebut.
Hingga pada tanggal 21 Februari 2022, Rusia mengakui kemerdekaan Donetsk dan Luhanks. Kemudian pada 24 Februari, Putin menngumumkan operasi militer terhadap Ukraina. Perang ditandai dengan ledakan di sejumlah kota di Ukraina seperti Kyiv, Odessa, Kharkiv, dan Mariupol. Hingga kini perang masih berlangsung.
Pengaruh Invasi Rusia Terhadap Pergerakan Harga Emas
Rusia dikenakan berbagai macam sanksi ekonomi oleh Amerika Serikat dan Negara Barat lain akibat invasi yang dilakukan terhadap Ukraina. Hal ini memicu volatilitas tinggi di pasar finansial global. Peningkatan intensitas pertempuran juga dapat menimbulkan lonjakan harga emas.
Harga emas dunia mencapai 1.940,72 dollar AS per troy ounce. SMG gold berada di harga Rp.906.000 per gram dengan buy back Rp.879.000 pada Jumat (04/3/2022).
Selama perang berlangsung, pelaku pasar mencari investasi yang aman. Sehingga permintaan emas sebagai safe haven meningkat. Emas juga mudah ditransaksikan di pasar Internasional. Hal tersebut menyebabkan harga emas melonjak.
Diperkirakan seiring memanasnya kondisi Rusia-Ukraina, harga emas masih akan terus naik. Menurut grafik analisis, emas mencoba bergerak menuju 1.975 dollar AS per troy ounce, untuk bergerak turun emas harus mempertahankan level dibawah 1.928 dollar AS per troy ounce. Apabila harga emas per troy ounce naik menyentuh level 1.975 dollar AS, target berikutnya adalah 1.990 dollar AS per troy ounce.